Beranda

Sabtu, 27 Agustus 2016

Inilah hidup!!

"Orang yang selalu mendukungmu, menopangmu saat terjatuh, dan ia pula yang selalu ada di sampingmu, merelakan kebahagiaannya demi kebahagiaanmu, orang itulah yang patut kau perjuangkan"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mata itu yang selalu membuat Cacha luluh. Senyuman itu pula yang selalu menggetarkan hatinya. Bahkan hanya dengan mendengar suaranya saja, Cacha menjadi lemah. Rasa itu benar-benar membahagiakan bagi Cacha. Begitulah yang dirasakan Cacha, awalnya. Namun kini semua itu benar-benar menyiksanya.
“Andika Pratama. Panggil gue Dika aja,” kata cowok itu mengulurkan tangannya sembari tersenyum. Senyuman yang amat disukai Cacha sejak pertama kali ia melihat cowok di hadapannya itu.
“Gue Cacha,” kata Cacha menyambut uluran tangan cowok itu.
“Cacha Alisya. . .,” kata Dika lagi mengangkat satu alisnya.
“Kok bisa tau nama lengkap gue?” tanya Cacha heran.
“Siapa sih yang nggak kenal loe?? Semua panitia OSPEK juga tau nama lengkap loe sebagai calon mahasiswa baru tercerdas,” kata Dika lagi tersenyum. Cacha pun tertunduk malu.
Huufffttt. . . Sekali lagi Cacha menghela nafas panjang. Entah sudah berapa kali ia melakukan hal tersebut. Masih teringat di benaknya saat Dika mengajaknya berkenalan saat masa OSPEK di kampus yang telah dinaunginya sejak 2 tahun yang lalu. Hubungan yang berusaha dipertahankannya selama setahun kini hancur sudah. Dua kali, takkan ada lagi kesempatan kedua yang ia berikan pada Dika. Dan ia pun menyadari bahwa Dika tak peduli tentang kesempatan kedua karena ia sudah tak membutuhkan Cacha. Cacha telah dicampakkannya.
Dika telah memiliki Ayu!!! Ayu,, cewek yang nggak berperasaan. Itu pendapat Cacha. Bukannya ia ingin melimpahkan segala kesalahan pada cewek yang berhasil mendepaknya dari sisi Dika dan menggantikan posisinya. Namun karena ia berpikir bahwa cewek itu benar-benar tidak memiliki perasaan. Mengapa tidak?? Ia tetap mau berhubungan dengan Dika meski ia tau bahwa Dika adalah milik Cacha. Namun Cacha bukan tipe cewek yang mau berperang hanya karena ingin mengambil kembali apa yang menjadi miliknya. Toh juga ia pikir ia tak bisa lagi menerima Dika. Terlalu banyak kekecewaan yang telah didapatkannya. Sakit dan perih, itulah rasa yang selalu diciptakan Dika untuknya. Ia lelah dengan semuanya.
Ia mencoba untuk menghilangkan perasaannya pada Dika. Seberapa besarpun usahanya untuk menghilangkan rasa itu, ia tak juga berhasil. Segala cara telah dilakukannya. Hingga akhirnya ia ingin menyerah, menyerah melawan hatinya yang masih menyayangi cowok brengsek itu.
Namun semuanya berbeda, setelah ia bertemu dengan Dwi Anggara, sebut saja Angga. Angga yang selalu membuatnya tersenyum dan melupakan kepedihan yang akhir-akhir ini menyelimutinya. Angga pula yang mengembalikan hari-hari indahnya yang hampir musnah. Genap seminggu sudah ia menjadi kekasih Angga. Tak ingin ia menyakiti cowok itu. Meski ia sadar bahwa rasa yang ia berikan pada Angga tak sempurna karena sebagian lagi masih ada untuk Dikha. Namun ia yakin, ia akan terbiasa seiring berjalannya waktu.
“Cha. . .??” panggil Dika menatap ke arah Cacha yang berjalan di hadapannya. Cacha berbalik, mencoba untuk tersenyum meski ia tak bisa membohongi hatinya. Rasa itu masih ada, rasa sayang yang berbaur dengan kebencian dan sakit hati.
“Kenapa,?” tanya Cacha.
“Loe udah punya cowok ya,,,?? Anak mana??” tanya Dikha menghampiri Cacha.
“Apa pentingnya buat gue bilang ke loe?? Udah ah,, gue mau pulang,” kata Cacha kembali melangkahkan kakinya namun terhenti karena Dikha menarik tangannya dan memeluk tubuh Cacha.
“Apa-apaan sih loe??” umpat Cacha berusaha melepaskan pelukan itu namun Dika memeluknya semakin erat. Cacha menghentikan usahanya. Ia berusaha untuk mengontrol emosinya. Dika mengangkat dagu Cacha dengan sebelah tangannya tetap memeluk pinggang Cacha. Didekatkannya wajahnya, ia mulai menyentuh bibir Cacha dengan bibirnya.
PLAKKK. . .!!!!! Dika memegang pipinya yang memerah. Nafas Cacha memburu, bahunya terlihat naik-turun dengan cepat. Ia menatap tajam ke arah Dika, cowok yang tadi ditamparnya. Dika membalas tatapan itu dengan tatapan tak percaya. Itu benar-benar di luar pikirannya. Menurutnya Cacha tak pernah melakukan hal seperti itu kecuali ia benar-benar marah. Marahkah ia??
“Loe pikir loe bisa memperlakukan gue seenak jidat loe,, hah??? Loe tuh bener-bener cowok brengsek!!! Loe kira ini bakalan bikin gue bahagia gitu?? Nggak, Dik!!! Sama sekali nggak!!! Karena semua ini bikin gue semakin menderita. Demen banget sih loe nyiksa gue seperti ini. Belom puas loe nyakitin gue?? Loe ,” kata Cacha dengan tatapan benci.
“Gue nggak bermaksud seperti itu, Cha. Gue cuman. . .
“Apa?? Cuman apa?? Loe pikir karena loe jauh dari PACAR LOE ITU,,, makanya loe ngelampiasinnya ke gue. Gituuu???? Atau loe pikir, karena loe nggak bisa giniin pacar loe soalnya dia jauh,, makanya loe jadiin gue patung nafsu loe?? GITU???????? ANJRIT LOE!!!” bentak Cacha semakin tak dapat mengontrol amarahnya. Matanya memerah berusaha menahan air mata yang memaksa untuk keluar.
“Jaga omongan loe,, Cha!!!!!” kata Dika balas membentak.
“Gue nggak salah kan?? Loe emang seperti itu!! Yang harus dijaga tuh kelakuan loe!! Sadar!! Gue bukan lagi milik loe!! Gue udah punya cowok yang pasti lebih sayang dan setia sama gue. . . Nggak usah deh loe ngurusin gue,, loe urusin aja pacar tersayang loe itu!! Loe ama cewek loe tuh sama aja. Demen banget liat gue tersiksa kaya gini. Gue muak liat loe!! DAMN!!!” kata Cacha kemudian meninggalkan Dika yang terpaku. Air mata yang sedari tadi ditahan Cacha pun tumpah.

##$$$##

Cacha merebahkan diri di atas tempat tidur motif doraemonnya. Matanya bengkak, hidungnya memerah. Air matanya masih terus mengalir. Dua jam sudah ia menangis. Bukan penyesalan juga bukan karena kepergian Dika. Tapi ia menangisi dirinya yang tidak mampu menghadapi semua ini. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan deringan Handphone nokia X2 birunya. Ia pun menekan tombol penjawab telepon setelah melihat nama yang tertera pada layar.
“Halo, Cha. . .,” kata suara di seberang. Suara yang mampu membuat Cacha lebih tenang. Siapa lagi kalau bukan suara Angga???
“Halo, kk. . . Ada apa??” tanya Cacha berusaha untuk menormalkan suranya.
“Nggak,, aku cuman mau mastiin kalo kamu baik-baik aja. Soalnya perasaanku nggak enak sejak tadi,” kata Angga bernada khawatir.
“Nggak,, aku nggak papa kok,” dusta Cacha.
“Klo nggak kenapa-kenapa,, apa yang bikin kamu nangis??” tanya Angga lagi.
“Aku nggak nangis kok,, aku cuman. . .
“Udahh,, kamu nggak usah boong. Aku mengerti kamu lebih daripada kamu mengerti diri kamu sendiri,” kata Angga dengan lembut membuat Cacha semakin terisak. Ia benar-benar tak bisa menutupi satu halpun pada Angga. Karenanya, dicurahkan segala keluh kesahnya, hal yang membuat hatinya perih, dan kelakuan Dika padanya.
“Sekarang kamu tenangin diri kamu. Mungkin hati kamu masih sulit untuk menerima keadaan ini. Maaf ya, Cha. Kehadiranku dalam hidupmu membuat semuanya semakin rumit,” kata Angga lagi.
“Nggak. . .kk nggak salah kok. Aku yang salah karena belum bisa sepenuhnya menghilangkan kebencian itu,” kata Cacha dengan suara seraknya.
“Cha,, kebencian itu nggak akan bisa terhapuskan jika sayang kamu ke dia masih dalam. Semua itu butuh proses,, Cha. Dan selama proses itu, aku akan selalu ada di sisi kamu,” kata Angga menenangkan hati Cacha.

##$$$##

“Gue cuman mau nanya,, sebenernya perasaan loe ke Cacha gimana?” tanya Angga pada seorang cowok di hadapannya.
“Kenapa loe mau tau?? Penting ya buat loe?” tanya cowok itu dengan tatapan sinis.
“Ini penting banget buat gue!! Gue sayang ama dia, sayang banget. Gue nggak mau dia terus berada dalam harapan kosong yang loe ciptakan karena sikap loe ke dia yang bikin dia bingung. Loe tuh harus bisa nentuin pilihan. Kalo loe emang memilih ngelepas Cacha, tolong jangan ganggu dia. Tapi klo loe milih kembali ke dia, pleasee. . . jangan sakiti hati dia. Dia udah cukup menderita dengan usahanya untuk mengikhlaskan loe pergi jadi jangan loe tambah penderitaannya dengan sikap loe yang nggak punya komitmen sama sekali,” kata Angga tegas. Cowok yang tak lain adalah Dika itu memasang tampang tak suka.
“Loe tau apa tentang perasaan Cacha. Loe tuh siapanya?? Jangan sok tau deh loe!!” kata Dika ketus.
“Gue adalah orang yang mengerti Cacha lebih dari dia mengerti dirinya sendiri. Asal loe tau, dia sayang banget sama loe. Gue heran,, kok ada ya cowok kaya loe. Cacha kurang apa?? Perhatian dan sayangnya dia itu lebih dari siapapun ke loe. Gue saranin, jangan sampe loe ambil keputusan yang salah karena penyesalan itu selalu hadir setelah semuanya telah terjadi. Kita akan merasa kehilangan dan membutuhkannya saat dia benar-benar pergi,” kata Angga lagi.
“Katanya loe sayang sama dia, kenapa loe ngerelain dia buat gue?” tanya Dika.
“Sayang itu bukan hanya untuk memiliki orang yang kita sayangi,, namun sayang adalah dimana kita ikut tersenyum meski hati ini menangis. Gue hanya nggak mau dia terus larut dalam kesedihannya. Gue nggak mau milikin badannya tapi hatinya masih di loe,” kata Angga.
“NGGAK,,!!! AKU NGGAK MAU!!!” jerit seorang cewek sehingga membuat mereka berdua berbalik ke arahnya. CACHA!
“Kenapa?? Kenapa harus ngerelain aku buat orang yang udah nyakitin aku?? Kenapa nggak mempertahankan aku?? Kenapa?? Aku hanya belum bisa sepenuhnya untuk ikhlas. Semuanya itu butuh proses, dan kk yang bilang akan terus berada di sisiku selama proses itu. Tapi kenapa?? Kenapa membujuk cowok brengsek ini untuk kembali padaku??” tanya Cacha meneteskan air matanya.
“Nggak,, bukan gitu, Cha. Aku hanya ingin kamu bahagia karena aku tau, selama kamu bersamaku, kebahagiaan itu tidak ada. Bahagia itu hanya hadir saat kamu bersama Dika, Cha!!” kata Angga menjelaskan.
“Angga bener,, Cha... Loe tuh nggak bisa mungkirin kalo loe hanya bisa bahagia di sisi gue!! Iya kan??” tanya Dika menekankan kalimatnya.
“Denger!! Loe pernah nggak berpikir,, berapa banyak kebahagiaan yang telah loe berikan buat gue?? Dan berapa banyak penderitaan yang loe ciptakan dalam hidup gue?? Semua itu nggak sebanding, Dik!!! Penderitaan yang loe beri tuh lebih besar daripada kebahagiaan itu. Air mata yang lebih banyak loe hadirkan dibanding senyuman-senyuman gue. Sekarang gue ikhlas, Dik. Gue rela sepenuhnya buat ngelepasin loe, karena gue sadar, sekarang gue bukan siapa-siapa loe, gue bukan lagi milik loe,” kata Cacha menatap Dika. Kemudian ia menatap ke arah Angga yang masih terdiam.
“Aku hanya membutuhkan kk untuk tetap berada di sisiku seperti ini. Tak perlu orang lain. Tak perlu melakukan hal apapun untuk kebahagiaanku. Just help me to walk in this world,” kata Cacha lagi sembari menggenggam lembut jemari Angga. Angga masih terdiam dan tak tahu harus berkata apa lagi. Dika pun begitu.
“Terima kasih karena loe hadir dalam hidup gue dan memberikan gue banyak pelajaran. Belajar mengetahui apa itu cinta dan pengorbanan yang sebenarnya, dan belajar menjadi seseorang yang lebih kuat dari sebelumnya. Terima kasih karena telah ngajarin gue pahitnya penderitaan karena dengan itu gue lebih bisa menghargai kebahagiaan meski itu sangat kecil. Karena loe, gue jadi bisa mengenal seperti apa perasaan sayang yang sesungguhnya. Semoga loe selalu diselimuti kebahagiaan bersama kekasih baru loe itu dan maafin gue kalau selama ini gue punya salah sama kalian berdua,” kata Cacha kepada Dika yang masih menatapnya dengan penuh tanda tanya.
Cacha menarik tangan Angga dan melangkah meninggalkan Dika yang masih terpaku. Diliriknya wajah Angga yang masih terheran kemudian ia tersenyum. Senyuman itu mampu membuat Angga mengerti bahwa Cacha kini benar-benar menerimanya sepenuh hati. Dan itulah yang membuat bibirnya bergerak menyunggingkan senyum bahagia.
Gue tau,, semua ini mungkin akan sulit karena gue harus mulai dari awal menyusun hidup gue yang sudah berantakan. Namun,, gue yakin. Meski semuanya berubah, roda kehidupan tetap berjalan. Tak peduli apakah langkah kita terhenti atau kita terjatuh,, waktu terus melangkah. Tinggal bagaimana kita mengambil keputusan. Akan berhenti dalam keterpurukan, atau bangun dan kembali melangkah.

Bagaikan roda yang terus berputar
itulah hidup. . .
Kebahagiaan tak akan terasa
Jika kita tak pernah merasakan derita
Perihlah yang mengajarkan arti dari senyuman
Ketegaran yang mampu melewati semua itu
Belajar untuk bangkit berdiri
Meniti hidup yang tak pernah terhenti




Writed By::
Intand Sii Putrii Kelinci ^^